Stop Social Media Harassment

Published by Adminsuhana on

47 replies
Adminsuhana
November 30, 2021

Assalaamu’alaikum.. salam sejahtera untuk kita semua, salam sehat dan salam budi luhur teman-teman semua👋🏻

Terima kasih sudah bergabung pada acara Discussion Forum in Website pada malam ini. Sebelumnya acara ini merupakan bagain dari Kampanye 16 Hari Anti Kekersan dan Pelecehan Seksual yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta bersama 15 Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri, salah satunya Universitas Budi Luhur yang diwakilkan oleh Pos Sapa (Pos Sahabat Perempuan dan Anak) Suhanah Women and Youth Center. Dengan para pembicara kita hari ini yaitu:
1. Saskia Lydiani, M.Si (Dosen UBL dan Penanggung Jawab Konseling dan Psikologi SWYC)
2. Imung Hikmah, M.Si (Trainer dan Praktisi Komunikasi)
3. Devit Setiono, M.Kom (Dosen UBL dan Penanggung Jawab Layanan dan Pengaduan SWYC)🔥

Untuk mempersingkat waktu kita pada acara inti hari ini, sebelumnya mari kita saksikan terlebih dahulu yuk tayangan video yang tertampil pada layar teman-teman semua saat ini, silahkan diklik dan saksikan video kami ini dahulu ya✨

Categories:

47 Comments

Imung Hikmah · November 30, 2021 at 12:01

Halo rekan-rekan semua. Salam Budi Luhur. Yuk kita diskusi tema menarik dan penting ini… 🙂

    Devit Setiono · November 30, 2021 at 12:08

    Hallo Ibu Imung, terima kasih sudah berkenan hadir pada diskusi edisi ke 2 kami., selamat datang di forum SWYC dan salam budi luhur.

      Imung Hikmah · November 30, 2021 at 12:25

      halo mas Devit, senang bisa bergabung. maaf ini tadi saya gak bisa lihat message nya. Barusan di refreshed

    RENI ROSITA · November 30, 2021 at 12:13

    halo ibu imung…salam budi luhur

    Devit Setiono · November 30, 2021 at 12:27

    Senang sekali sudah ada beberapa pertanyaan diantaranya dari bapak Saeno dan mbk Natalia wijayanti … Mari kita nantikan jawaban dan pembahasan dari ibu Imung langsung 🙂

    Nyak Umaimah Wahid · November 30, 2021 at 20:27

    Hallo, Kak Imung thank you ya batas kesediaan menjadi sumber malam ini. tema yang menarik,

saeno · November 30, 2021 at 12:06

Selamat malam, izin bertanya: Siapa saja yang berpotensi melakukan Doxing? Bagaimana menyikapinya? makasih

    Imung Hikmah · November 30, 2021 at 12:28

    Halo Saeno, sepanjang pemahaman saya yang berpotensi melakukan doxxing adalah orang-orang yang memiliki informasi khusus yang bisa ‘disiarkan’ dengan kemampuan online yang prima. Catatan: jika orang-orang ini nggak punya etik dan integritas ya. Korban-korban doxxing bisa individu atau organisasi.

Devit Setiono · November 30, 2021 at 12:06

Hallo selamat malam teman-teman, semoga selalu dalam keadaan sehat ya … Senang sekali saya bisa kembali menemani teman semua untuk memandu jalanya diskusi pada kesempatan kali ini, dan yang spesial adalah pada malam hari ini sudah ada narasumber yang cantik dan berkompeten dibidangnya, beliau adalah Saskia Lydiani, M.Si (Dosen UBL dan Penanggung Jawab Konseling dan Psikologi SWYC)
dan Imung Hikmah, M.Si (Trainer dan Praktisi Komunikasi). Apa kabar ibu? Sebelumnya terima kasih karena sudah berkenan untuk hadir dan mengawal diskuis pada malam hari ini, masih dalam bagain dari Kampanye 16 Hari Anti Kekersan dan Pelecehan Seksual yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta bersama 15 Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri, salah satunya Universitas Budi Luhur yang diwakilkan oleh Pos Sapa (Pos Sahabat Perempuan dan Anak) Suhanah Women and Youth Center. Tema pada malam hari ini sangat menarik, saya yakin teman-teman yang sudah menyimak video dari ibu Imung semakin tercerahkan pengetahuan terkait Social Media Harassment, nah boleh banget jikalau teman-teman sekalian ada pernyataan atau pertanyaan yang ingin ditanyakan, boleh langsung replay ya! Jangan malu-malu ….. Kami tunggu sampai pukul 21.00 wib ya ….

    saskia lydiani · November 30, 2021 at 12:17

    Selamat malam juga mas Devit yg ehmmm..pengen dibilang ganteng tuuu..kita malam ini aka berbagi yaa..smg bisa sharing di sini..Ada bu Imung jg tuh,pakar komunikasi…Yuuks yg mau tanya2

Natalia Wijayanti · November 30, 2021 at 12:18

Saya izin bertanya, kan tadi disebutkan bahwa cyberstalking itu orang yang obsesif. ciri-ciri / tanda-tanda orang yang berpotensi memiliki (jiwa) cyberstalking seperti apa sih kak? Terimakasih

    Imung Hikmah · November 30, 2021 at 12:41

    Halo Natalia, yang paling bisa dikenali dari seorang penguntit adalah mereka manipulatif. Sangat persisten dalam upayanya menguntit. Kata ‘tidak’ dan penolakan dari korbannya nggak akan dianggap. Mereka juga delusional, karena beranggapan bahwa korbannya sebenarnya suka pada mereka. Itu sebabnya sering disebut obsesif. Namanya juga stalker ya, mestinya sih mereka cerdas, karena harus membuat banyak strategi berbeda untuk menguntit korbannya. Tapi bukan berarti orang yang cerdas itu berpotensi sebagai stalker lho hehe. Dalam banyak sumber, ditengarai para penguntit ini adalah orang orang penyendiri dengan self-esteem yang rendah. Jawaban ini pastinya sangat terbatas dan mesti dipergunakan dengan hati-hati. Karena tidak bisa digeneralisir tanda-tanda tersebut berarti seseorang itu penguntit. Yang mesti kita waspadai, terutama sebagai perempuan (karena korban stalking ini kebanyakan perempuan), adalah berhati-hati dengan komunikasi kita dengan orang yang dikenal lewat online. Pelan-pelan saja mengenal mereka, dan jangan terlalu banyak memberikan informasi pribadi…

      Natalia Wijayanti · November 30, 2021 at 13:24

      Baik Kak Imung Hikmah, terimakasih atas ilmunya. Jawabannya sudah jelas:)

saskia lydiani · November 30, 2021 at 12:23

Selamat malam juga mas Devit yg ehmmm..pengen dibilang ganteng tuuu..kita malam ini aka berbagi yaa..smg bisa sharing di sini..Ada bu Imung jg tuh,pakar komunikasi…Yuuks yg mau tanya2

RENI ROSITA · November 30, 2021 at 12:27

Selamat malam ibu..ijin bertanya jenis2 social media harassment salah satunya adalah Cyber Stalking, adakah sanksi sosial yang tepat untuk pelaku tersebut ?

    saskia lydiani · November 30, 2021 at 12:38

    Dear Reni
    Rasanya sepanjang yang di stalk gak tahu dan dirugikan langsung,gak ada sanksi sosialnya.Kecuali dia stalking dan disebarkan dg menggunakan data orang yangvdi stalk tersebut.Pastinya orang yang di stalk itu kan me jatuhkan nama baik orang tersebut(perbuatan yang tidak menyenangkan)

      Imung Hikmah · November 30, 2021 at 12:48

      Nah ini jawaban yang tepat nih, dari mbak Saskia… top 🙂

    Imung Hikmah · November 30, 2021 at 12:46

    Makasih pertanyaannya mbak Reni… banyak orang mengira, sangsi sosial yang tepat untuk para penguntit adalah dengan mempermalukan mereka di online juga. Tapi ini malah bisa jadi bumerang. Ingatlah biasanya para stalker kan delusional ya. Jadi nggak akan mempan. Atau kalaupun self esteem nya yg rendah itu ‘terlukai’, dia akan berperilaku lebih buruk lagi. Sangsi sosial yang menurut saya paling mungkin, paling gampang adalah dengan tidak meladeni mereka. Ini mungkin terkesan oversimplified masalah ya hehe. Mungkin narsum lain bisa menambahkan lebih banyak jawaban, silakan…

      RENI ROSITA · November 30, 2021 at 12:50

      Terima kasih atas jawabannya ibu..

        Imung Hikmah · November 30, 2021 at 12:58

        sama sama mbak Reni

noviantisd · November 30, 2021 at 12:34

Bismillahirrahamnirrahim, selamat malam Ibu Bapak dan teman-teman semua
Izin bertanya, jika pihak pelaku cyberbullying nya dari teman atau orang terdekat kita, bagaimana seharusnya kita menyikapi sikap diri kita tersebut, karena mengingat dia adalah orang yang kita kenal. Terima kasih

    saskia lydiani · November 30, 2021 at 12:46

    Malam Novi
    Pastinya ada alasan di balik seseorang melakukan cyberbullying ya Nov..Hanya berani di sosmed.Bagaimana kita menyikapinya..apalagii dia orang yang kita kenal (dekat).
    Sebetulnya tepatnya kita lakukan assertive communication.Kita gak haris berbalas pantun jg dg membalas dg bahasa dan isi yg sama keras.Justru dg jawaban kita yg lembut ttp tegas akan membuat ybs berpikir utk melanjutkan sikap2 tdk baiknya.Jgn mudah terpancing,kita hrs punya sikap.Begitu ya mba Novi..salam Budi Luhur

      noviantisd · November 30, 2021 at 12:53

      Baik terima kasih Ibu Saskia atas jawabannya, kita harus tetap menjadi diri kita sendiri dan mencontohkan tindakan yang baiknya seperti apa kepada si teman kita yang bisa dikatakan pelaku cyberbullying tersebut, seperti itu ya Ibu?

      Imung Hikmah · November 30, 2021 at 12:56

      cucok meong nih, jawabannya mbak Saskia untuk Novi. Sebagai korban perundungagn sewaktu remaja, saya bisa memahami perasaannya teman-teman yang mengalami perundungan. Bener kata mbak Saskia, jalan pertama melawan perundungan itu adalah dengan menjadi asertif.
      Komunikasi asertif itu adalah ketika kita menghargai hak diri sendiri, tanpa menginjak hak orang lain. Dan ini butuh rasa percaya diri. Tentu butuh waktu membiasakannya. Untuk anggota keluarga yang suka merundung, bisa diajak ngobrol dengan pede, dan berikan mereka feedback. Jangan gunakan bahasa yang ‘menuduh’ seperti ‘Tindakanmu merundung saya, sungguh menyakitkan..’ Nanti dia akan defensif, dan tidak menyelesaikan masalah. Contoh asertifnya : “Saya keberatan dengan kata-kata tersebut. Bisakah…..”, berikan ide alternatif. Gunakan kata yang netral dan menunjukkan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang tersebut. Bukan menuduh orangnya, tapi perilakunya atau tindakannya.

        noviantisd · November 30, 2021 at 13:16

        Baik Ibu Imung, terima kasih atas pencerahannya Ibu

      Devit Setiono · November 30, 2021 at 13:05

      Malam bu Q, ibu ada orang kan yang memang sungkan atau tida enakaan dalam penyampaikan pun dia merasa kesal atau tidak enak, bagaimana ya bu Q untuk kita berani mengungkapkan bahwasanya kita tidak suka. Takut malah dianya lebih galak.. terima kasih..

        saskia lydiani · November 30, 2021 at 13:12

        Malam mas Devit
        Ini lagi niiiy..kita mmg gk biasa utk menerapkan sikap asertif..karena kita sendiri gak memiliki self esteem- menghargai diri.Seseorangbyg menghargai dirinya pastinya akan memiliki sikap/prinsip.Sangat pantas klo.kita menyatakan pendapat.pandangan perasaan kita kpd orang lain secara jujur.langsung dan pada tempatnya.Sebetulnya kita mmg sdg dan trs harus melatih diri kita utk proporsional memberi respon kpd pihak lain.Belajar mengatakan tidak.maaf.Juga gak berat utk memuji bila mmg pantas utk kita sampaikan.
        Semoga menjawab pertanyaan mas Devit yaa..salam

        Imung Hikmah · November 30, 2021 at 20:26

        Mas Devit, makasih pertanyaannya. Menyampaikan concern kita dengan cara yang asertif memang menantang banget. Masih banyak disalahpahami sebagai tindakan agresif. Tapi kita mesti mengenali kalau tindakan agresif itu, biasanya akan menginjak hak orang lain. Butuh jam terbang cukup untuk menjadi nyaman menyampaikan dengan asertif. Latihan terus akan membantu. Gunakan diksi dan ekspresi asertif yang tidak menghakimi. Bawa energi positif ketika menyampaikan concern kita. Contoh energi negatif, belum-belum kita sudah khawatir, ‘ah nggak bakalan berhasil..’, atau ‘belum ngomong aja udah sebel gue’. Energi positif yang dibawa oleh orang yang sedang menyampaikan komunikasi asertif akan berdampak positif juga.

mochmmad teyzar arfiansyah · November 30, 2021 at 13:00

Selamat malam Bu izin bertanya bagai mana cara menghindari catfishing di media sosial Instagram ?karena sudah banyak sekali akun catfishing jualan di Instagram yg sangat menggiurkan , terimakasih

    Imung Hikmah · November 30, 2021 at 13:09

    Halo Mas Arfian, makasih pertanyaannya. Nah ini dia…pertanyaan yang saya tunggu-tunggu hehehe. Penyakitnya bangsa kita itu, salah satunya adalah berpikiran pendek dan kurang kritis.. maaf nih, termasuk saya hehe. Kan saya juga bangsa Indonesia. Makanya penipuan gaya apapun dapat tempat subur di bumi pertiwi ini. Eh, sebenernya di bumi manapun di dunia ini. Cuma, di banyak negara maju, mereka sudah terbiasa berpikir kritis ketika dihadapkan pada suatu persoalan atau situasi. Catfishing sendiri mengalami berbagai metamorfosa bentuk di berbagai media online. Ada penipuan dagangan, ada penipuan bisnis, dan penipuan.. ahem relationship. Apapun itu, jika dipersingkat jawaban ini, tentang bagaimana cara menghindari catfishing di sosial media, bagi saya jawabannya satu: gunakan kripik, Kritis Pikir. Jangan gampang percaya dengan penampakan di sosmed. Ingat bahwa di masa sekarang hyper reality di dunia digital sedemikian dahsyatnya, maka mempertajam kemampuan berpikir kritis jadi kuncinya.

      Imung Hikmah · November 30, 2021 at 13:18

      sembari menunggu tanggapan yang lain, saya teruskan dikit ya… mantranya mengatasi catfishing ini adalah, if it is too good to be true, it is not true. Cara saya kalok sudah tergoda dengan visual yang nampak di sosmed, dan bersiap untuk setuju dengan panggilan dan godaan catfishing itu, saya akan ambil napas perlahan… panjang dan lambat, supaya banyak pasokan oksigen yang membantu saya berpikir jernih. ..

        saskia lydiani · November 30, 2021 at 13:25

        Aaah ijin nambahin jawaban mba Imung aah.
        Sptnya juga mgk gini mba..kita ini (sayaa kali) sejauh ini masih susah bedain antara ingin dan butuh..haaaa..ngaku deh sayaa.
        Liat sstu yg lucuk.sedang trend,langsung ingin punya.Padahal tanya lagi lpd diri sendiri..sebenernya saya butuh gak ya?..awal dari kita jadi matre gak siiiy…
        #hanya menambahkan jawaban mba Imung yg udah canggih

          Imung Hikmah · November 30, 2021 at 20:29

          sukaa ama jawaban mbak Saskia ini.. emang ‘butuh’ dan ‘pingin’ ini nggak pernah akur yaa.. selalu ‘pingin’ yang menang hahaha!

saskia lydiani · November 30, 2021 at 13:05

Bu Imung yang baik
Jawaban kita sama makna hanya kita jawab dari ranah/perspektif berbeda ya Bu..toss lah kita Bu Imung

    Imung Hikmah · November 30, 2021 at 13:10

    toss dua tangan, dan pinjem tangan para hadirin disini hehehe

      Devit Setiono · November 30, 2021 at 13:15

      Wah saya ikut tossss yya bu 🙂 — alhamdulillah senang sekali jadi makin tercerahkan ya teman-temans, jadi bisa lebih mawas diri dan berhati-hati dalam bersosial media …

      saskia lydiani · November 30, 2021 at 13:18

      Hahaa..gak apa banyak tangan pinjaman asal gak jadi panjang tangan ya mba Imung,(gariiing)

        Imung Hikmah · November 30, 2021 at 20:31

        Hahaha… enak garing (kayak kerupuk) 🙂

Carakaokky · November 30, 2021 at 13:23

Selamat malam Bapak dan Ibu. Izin bertanya bagaimana cara kita menyingkapi social media harrasment yang dibawa ke lingkungan nyata atau kehidupan sehari hari? Apakah cukup dengan sikap responsif di dunia maya atau ada hal lain yg dapat kita lakujan? Terimakasih.

    saskia lydiani · November 30, 2021 at 20:33

    Hi Mas Okky(maaf klo saya salah)
    Rasanya gak juga deh kita haris responsif balik d dunia maya.Responsif yg spt apa? Menyatakan kita terima dg komen2nya terhadap kita?atau responsif dlm pengertian merespon secara tepat?karena sekali kita reply..kita juga akan terus terpancing utk merespon/membalas. Di dunia nyata?Rasanya harys sama.Orang bijak akan bisa dan mau memilih..mana yg pantas utk direspon..mana yg gak usah.Trs berlatih jujur.menghargai diri dan kita bisa jadi sehat menanggapi apapun sikap orang /lingkungan terhadap kita..
    Begitu dari saya ya Mas…

    Imung Hikmah · November 30, 2021 at 20:34

    mantaap, mas Devit 🙂

    Imung Hikmah · November 30, 2021 at 20:47

    Halo mas Okky, dunia maya dan dunia nyata itu sekarang sangat tipis batasnya, dia sudah nge-blend, bersatu, berkelindan…. dan bikin kita capek dan baper gimana cara mengatasinya. Menurut saya, balik lagi ke kata kunci berpikir kritis dan bersikap responsif. Saya mengibaratkan responsif dan reaktif seperti sekaleng soda dan sebotol aqua. Sekaleng soda ketika terguncang beberapa kali, maka soda akan meledak meluap ketika kaleng dibuka. Sebotol aqua (air) yang dilempar dibanting permukaan airnya akan tetap tenang. perbedaan antara keduanya adalah, jika soda hanya mengandalkan emosi seketika tanpa melibatkan otak logis kita. Sementara aqua, memberikan kuasa pada otak logis kita untuk mengolah informasi dulu. Banyak dari kita menggunakan soda di sosial media. Bereaksi. Komunikasi yang reaktif biasanya bentuknya pasif, agresif, pasif agresif, atau submisif. Sementara komunikasi responsif, bentuknya asertif dan proaktif. Kedua ini lah yang harus kita jadikan senjata untuk memerangi banyaknya sosial media harrassment, agar persoalan nggak bertambah runyam ambyar..

Devit Setiono · November 30, 2021 at 20:33

Sambil ngopi dan ngeteh, monggo bapak , ibu, kakak diisi presensi kehadiran melalui link berikut untuk kami kirimkan sertifikat elektronik:

https://docs.google.com/forms/d/1GYtxWryU8HW1mDOX63NAhSOrMv4vJjeq1rboyBhPNiE/viewform?vc=0&c=0&w=1&flr=0&edit_requested=true#responses

terima kasih

Devit Setiono · November 30, 2021 at 20:59

Alhamdulillah baik terima kasih untuk 2 narasumber yang super ada ibu Imung dan ibu Saskia untuk diskusinya malam ini, dan tak lupa juga buat teman-teman mahasiswa , dan bapak Dosen untuk atensinya.. Memang tak cukup rasanya kalau pembahasan diskusi ini hanya 2 jam saja, semoga nanti bisa berjumpa pada diskusi/virtual meeting selanjutnya…. Sekali lagi terima kasih untuk atensinya, salam sehat, salam budi luhur!

Jika masih ada pertanyaan bisa menghubungi kami melalui:
website : https://swyc.budiluhur.ac.id
Instagram : @swyc_budiluhur
WA: +62 812-1805-7893

    Imung Hikmah · November 30, 2021 at 21:01

    terima kasih untuk penyelenggara, para hadirin, mohon maaf jika ada kekurangan atau kurang sapa pada semua. sehat selalu, dan selamat menjadi asertif dan responsif 🙂

      noviantisd · November 30, 2021 at 21:06

      Terima kasih banyak Ibu Imung atas ilmunya hari ini, sehat selalu

noviantisd · November 30, 2021 at 21:08

Terima kasih juga untuk Ibu Saskia dan Pak Devit atas ilmunya hari ini, sampai bertemu di acara selanjutnya yang luar biasa, sehat selalu

Avatar placeholder